Ilmu Kalam
A.
Pengertian Ilmu Kalam
Secara teknis, Kalam
adalah alasan atau argumen rasional untuk memperkuat perkataan. Secara tata
bahasa, Kalam merupakan kata umum
tentang perkataan, sedikit atau banyak, yang dapat digunakan untuk setiap
bentuk pembicaraan.
Menurut Ahmad
Hanafi, ilmu kalam ialah ilmu yang membicarakan tentang wujudnya Allah,
sifat-sifat yang mesti ada pada-Nya, sifat-sifat yang tidak mungkin ada
pada-Nya, sifat-sifat yang mungkin ada pada-Nya, dan membicarakan tentang
Rasul-rasul. Adapula yang mengatakan bahwa ilmu kalam ialah ilmu yang
membicarakan bagaimana menetapkan kepercayaan-kepercayaan keagamaan dengan
bukti-bukti yang yakin.
B.
Epistemology Ilmu Kalam
Metode yang digunakan ilmu kalam adalah metode debat.
Alasannya, karena para mutakallimun untuk mempertahankan keyakinan dan
argumentasinya selalu dengan perkataan atau pembicaraan dan perdebatan.
Perbedaan ilmu kalam dengan filsafat adalah, ilmu kalam didahului oleh
keyakinan kemudian dilakukan sebuah pembuktian, sementara filsafat ingin
mencari kebenaran dengan argumen dan pembuktian secara rasional untuk dijadikan
sebagai suatu pegangan da keyakinan.
C.
Aksiologi Ilmu Kalam
Di
antara nilai guna ilmu kalam adalah sebagai berikut.
1.
Untuk mempertahankan kebenaran
keyakinan ajaran agama Islam
2.
Menolak segala pemikiran yang
sengaja merusak atau menolak keyakinan Islam (bid’ah).
D.
Aliran-aliran Ilmu
Kalam
Di kalangan umat Islam telah terjadi perbedaan
pendapat yang mengakibatkan lahirnya aliran-aliran kalam seperti Khawarij,
Murji’ah, Mu’tazilah, dan Syi’ah. Lahirnya aliran kalam ini sebagai wujud
adanya perbedaan politik tentang siapa yang berhak menjadi khalifah untuk
menggantikan Nabi Muhammad SAW setelah wafat.
Ilmu kalam belum dikenal pada masa Nabi Muhammad SAW
maupun pada masa sahabat-sahabatnya. Ilmu kalam disebutkan pertama kali pada
masa khalifah Abbasiyah , Al-Ma’mun.
KHAWARIJ
Kata Khawarij berasal dari kata kharaja (orang yang keluar), maksudnya yaitu ornga-orang yang
keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib. Mereka keluar karena mereka kecewa
dengan keputusan Ali yang menerima tahkim sebagai jalan untuk menyelesaikan
permasalahan tentang khilafah dengan Mu’awwiyah bin Abi Sufyan.
Nama lain dari khawarij adalah Haruriah atau Haraura.
Nama ini merupakan nama desa di mana Abdullah bin Wahhab ar-Rasyibi terpilih
sebagai imam mereka menggantikan Ali bin Abi Thalib. Semboyan mereka adalah laa hukma illaa li Allah (tiada hukum
kecuali hukum Allah).
Aliran khawarij muncul pada abad ke-1 H (abad ke-8 M).
Kemunculannya dilatarbelakangi oleh adanya pertikaian politik antara Khalifah
Ali dan Mu’awwiyah yang menjabat sebagai gubernur Syam (Damaskus). Setelah Ali
terpilih menjadi khalifah, ia menurunkan semua gubernur yang diangkat oleh
Utsman bin Affan. Akan tetapi, Mu’awwiyah menolak untuk memberikan jabatannya.
Ini merupakan awal terjadinya Perang Siffin.
Pasukan Ali hampir memenangkan peperangan tersebut.
Namun, tangan kanan Mu’awwiyah, Amr bin Ash mengajak berdamai dengan cara
tahkim. Akhirnya Ali menerima ajakan damai ini dan menghentikan peperangan.
Kaum khawarij merasa sangat kecewa dan langsung menyatakan keluar dari golongan
Ali. Mereka beranggapan bahwa tahkim tidak berdasarkan Al-Qur’an.
Hal ini membuat mereka menganggap Ali telah menyimpang
dari ajaran Islam dan memandang Ali telah menjadi kafir, sebagaimana terdapat
dalam QS. Al-Maidah ayat 44 yang artinya :
“Barangsiapa
yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah
orang-orang kafir”.
Doktrin-doktrin pokok Khawarij di antaranya adalah :
1.
Khalifah atau imam harus dipilih
secara bebas oleh seluruh umat Islam.
2.
Khalifah tidak harus berasal dari
keturunan Arab.
3.
Khalifah dipilih secara permanent
selama bersikap adil dan menjalankan syari’at Islam.
4.
Mu’awwiyah, Amr bin Ash, Ali bin
Abi Thalib serta Abu Musa Al-Asy’ari telah menjadi kafir.
5.
Seorang yang berdosa besar tidak
lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh.
6.
Setiap muslim harus bergabung
dengan mereka, jika tidak maka wajib diperangi.
7.
Amr ma’ruf nahy munkar.
8.
Al-Qur’an adalah makhluk.
9.
Manusia bebas memutuskan
perbuatannya bukan dari Tuhan.
10.
Seorang muslim harus menghindari
dari pemimpin yang menyimpang.
MURJI’AH
Kata Murji’ah berasal dari kata arja’a yang artinya menunda. Aliran ini disebut Murji’ah karena
mereka menunda penyelesaian persoalan konflik politik antara Ali bin Abi
Thalib, Mu’awwiyah bin Abi Sufyan dan Khawarij. Pengertian Murji’ah sendiri
adalah penundaan hukuman, sehingga seorang muslim meskipun melakukan dosa besar
tetap diakui sebagai muslim dan memiliki harapan untuk bertaubat. Dalam buku
Al-Milal wa An-Nihal disebutkan bahwa Gailan Al-Dimasyqi adalah orang yang
membawa paham murji’ah.
Aliran Murji’ah muncul sebagai reaksi atas sikapnya
yang tidak mau terlibat dalam kafir mengkafirkan terhadap orang yang melakukan
dosa besar. Aliran ini menangguhkan penilaian terhadap orang-orang yang
terlibat dalam peristiwa tahkim dihadapan Tuhan, karena hanya Tuhanlah yang
mengetahui keimanan seseorang.
Doktrin-doktrin Murji’ah :
1.
Selama seseorang meyakini tiada
Tuhan selain Allah SWT dan Muhmmad adalah Rasul-Nya, maka ia dianggap mukmin
meskipun telah melakukan dosa besar, karena amal tidak sampai merusak iman.
2.
Iman adalah keyakinan bahwa tiada
Tuhan selain Allah SWT dan Muhammad SAW adalah Rasul-Nya.
3.
Menyerahkan keputusan kepada Allah
atas muslim yang berdosa besar.
MU’TAZILAH
Kata Mu’tazilah berasal dari kata I’tazala yang
berarti terpisah atau menjauhkan diri. Golongan ini timbul karena Wasil bin
‘Atha mengasingkan diri dari forum Hasan Al-Basri. Pada saat itu muncul
seseorang yang bertanya tentang orang yang melakukan dosa besar, kaum Khawarij
memandang mereka kafir, sedangkan Murji’ah tetap memandang mereka mu’min.
Ketika Hasan Al-Basri masih berpikir, Wasil menjawab “menurut saya, orang yang melakukan dosa besar itu bukanlah kafir dan
bukan pula mu’min, tetapi ia berada di tengah-tengah antara kafir dan mu’min”.
Wasil kemudian meninggalkan forum dan membentuk forum sendiri.
Kaum Mu’tazilah berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah
makhluk, karena Al-Qur’an diciptakan Tuhan. Jika Al-Qur’an dikatakan qadim,
maka muncul kesimpulan bahwa ada yang qadim selain Allah dan itu hukumnya
musyrik.
Doktrin-doktrin Mu’tazilah dikenal dalam istilah Al-Ushul
Al-Khamsah yang kitabnya dikarang oleh Qari Al-Jabbar. Kelima doktrin itu
adalah :
1.
At-Tauhid ( Mengesakan Tuhan)
2.
Al-‘Adl (Keadilan)
3.
Al-Wa’d wa Al-Wa’id (Janji dan
Ancaman)
4.
Al-Manzilah bain Al-Manzilatain
(Posisi di antara dua posisi)
5.
Al-Amr bi Al-Ma’ruf wa An-Nahy ‘an
Al-Munkar ( Menyuruh Berbuat Baik dan Melarang Berbuat Buruk)
ASY’ARIYAH
Pendiri Aliran Asy’ariyah adalah Abu Al Hasan Asy’ariy.
Pada awalnya ia pernah menjadi pengikut aliran Mu’tazilah. Akan tetapi akhirnya
ia keluar dari aliran tersebut dengan alasan tidak puas terhadap pola pikir
aliran Mu’tazilah dan karena terjadinya mihnah. Teologi Asy’ariyah dianut oleh
Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal
Doktrin-doktrin Asy’ariyah :
- Perbuatan manusia, menurut aliran Asy’ariyah, perbuatan manusia diciptakan oleh Allah, karena manusia hanya mampu berharap dan bercita-cita, tetapi pada akhirnya Allah yang menentukan. Hal ini dikenal dengan istilah Al-Kasbu.
- Aliran Asy’ariyah yakin bahwa nanti mereka akan melihat wujud Allah dengan mata kepala mereka.
- Allah SWT memiliki mata, wajah, tangan dan sebagainya, akan tetapi tidak dapat giketahui bagaimana bentuknya.
- Al-Qur’an itu bukanlah makhluk tetapi Kalam Allah yang qadim.
- Seorang mukmin yang melakukan dosa besar tidak menjadi kafir dan tidak gugur ke-Islamannya.
6.
Allah memiliki sifat-sifat tertentu.
Allah Mengetahui dengan sifat Ilmu-Nya, bukan dengan zat-Nya. Begitu juga Allah
berkuasa dengan sifat Qudrah-Nya, bukan dengan zat-Nya.
7.
Allah akan melaksanakan janji-Nya.
Seperti memberikan pahala kepada yang berbuat baik dan memberi siksa kepada yang
berbuat jahat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar