The Mocha
Eyes
Aida M.A.
Sinopsis
Komposisi:
Cinta, Kejujuran, Kelembutan, Perubahan,
dan Moka
Cara
Penyajian:
Tuangkan
kejujuran, kelembutan, perubahan, dan moka ke dalam cangkir. Tambahkan 180cc
air cinta, aduk dan sajikan.
Kehadiranmu
menjadi hal kutunggu
Kusesap
kelembutanmu dengan senyuman
Menafikan sedikit
pahit karena ternyata terasa manis
Kamu dan aku
seperti dua hal yang terlihat senada tetapi berbeda
Karena aku
justru menemukanmu dalam sepotong cinta
Ya,
menunggumu bersatu denganku
Seperti mencari
rasa cokelat dalam secangkir mochaccino
Karena aku
tak akan merasakan manis
dalam setiap
hal yang tergesa-gesa
kecuali semuanya
tiba-tiba menghilang ….
Novel The
Mocha Eyes ini adalah novel pertama karya Aida M.A. yang aku baca. Pertama lihat
covernya langsung tertarik, ditambah lagi dengan sinopsisnya yang nggak kalah
menarik.
Novel ini menggunakan sudut pandang campuran dalam penyajian tokohnya. Tokoh utama menggunakan sudut pandang orang pertama, yaitu "Aku" dengan nama Muara atau yang akrab disapa Ara, dan tokoh Fariz menggunakan sudut pandang orang ketiga serbatahu.
Muara adalah seorang gadis yang belum sempat lulus kuliah. Dia bekerja di sebuah minimarket sebagai kasir. Tetapi dia dipecat karena datang terlambat. Itu bukan yang pertama kalinya dia diberhentikan oleh bos. Tetapi dia tidak pernah merasa sedih. Yang dirasakannya datar. Dia seperti manusia yang aneh.
Ara memang bukan lagi Ara yang dulu. Dia sudah berubah dari gadis periang, ceria, dan ramah menjadi gadis yang pendiam dan antisosial. Ini semua disebabkan oleh satu hal: kehormatannya direnggut oleh seorang psikopat. Akibat musibah yang menimpa Ara itu kondisi psikologisnya sedikit tertekan. Sampai akhirnya dia bertemu dengan Damar, salah seorang pelanggan di minimarket tempat Ara bekerja. Dengan perkenalan yang aneh mereka berpacaran. Kusebut aneh karena memang Damar secara to the point meminta Ara menjadi pacarnya dan Ara sama sekali tidak menolak.
Mereka pun berpacaran, tetapi kemudian Damar memutuskan Ara karena tidak tahan dengan 'keanehan' gadis itu. Ara tidak pernah menanggapi ucapannya dan Damar merasa lelah menghadapi orang seperti itu. Satu hal yang Ara sesali adalah setelah Damar memutuskannya, laki-laki itu bersama perempuan lain.
Ara lalu bekerja di restoran ayam goreng di sebuah mal. Meski pendiam, Ara memiliki wajah yang cukup menarik, sehingga membuat Genta, store manager di restoran itu ingin mendekatinya. Berulang kali Genta mengajaknya makan malam atau menonton, tetapi Ara selalu menolak.
(Hm, menurutku dia trauma sama cowok. :D
Nah, setelah bab tentang Aku-nya si Ara ini, penulis menceritakan tentang kehidupan Fariz dengan sudut pandang orang ketiga)
Ara kemudian mengikuti training di Puncak bersama salah satu temannya, yaitu Ratri, dan menginap di vila selama menjalani training tersebut. Tetapi Ara tidak mengikuti semua kelas. Dia malah merokok di dekat WC dan makan di warung. Agak kecewa sih karena Ara digambarkan sebagai perokok. :( Tapi mungkin ini untuk memperjelas betapa telah sangat berubahnya Ara.
Ketika Ara sedang asyik merokok di dekat WC, salah seorang trainer yang kebetulan juga ke WC, mendekat. Dia menegur Ara yang tidak masuk ke kelas. Dia adalah ... Fariz! Fariz memang diceritakan sebagai seorang laki-laki yang bekerja di sebagai trainer. Dia sangat tampan dan menjadi idola para peserta training, tetapi tidak dengan Ara. Ara cuek-cuek saja dengan ketampanan yang dimiliki Fariz.
Sebagai laki-laki yang tampan, baik hati dan mapan, Fariz tentu memiliki banyak penggemar. Salah duanya adalah Sara, seorang gadis SMA yang menjadi klien-nya dan Meisha, rekan kerjanya di kantor. Tetapi dia tidak pernah menanggapi mereka dengan serius. Dia bukan ingin mempermainkan mereka, tetapi karena pernah batal menikah, dia menjadi ... ya katakanlah sedikit hati-hati. Apalagi belakangan dia sering memimpikan siluet perempuan yang entah siapa. Dan dia ingin menemukan siapa pemilik siluet itu.
(Sampai sini udah ketebak kali ya, endingnya? :D Tapi jangan dulu berhenti baca, karena kalian akan menemukan sisi Fariz yang membuat jatuh cinta!! Haha.)
Sebagai seorang trainer, Fariz dapat melihat bahwa Ara memiliki masalah. Beberapa kali dia berusaha mengajak Ara mengobrol, tetapi gadis itu selalu bersikap dingin. Semakin sulit didekati, semakin penasaranlah Fariz. Ah ya, Ara juga selalu minum kopi pahit, seolah itu menggambarkan kehidupan yang sedang dijalaninya.
Suatu waktu, Ara sedang duduk di teras vila sambil menikmati secangkir kopi hitam pahit. Dia merasa susah tidur. Sebenarnya ini bukan kali pertama Ara begitu. Karena sudah pernah melihat Ara di tempat itu sebelumnya, Fariz keluar dari kamar sambil membawa secangkir cokelat. Dia duduk di kursi sebelah meja dan meletakkan cangkir cokelatnya di sana. Mereka lalu mengobrol dan Ara cukup banyak bicara malam itu, tentang kopi pahit. Fariz lalu mengambil cangkir Ara dan menuangkan ke cangkirnya yang isinya tinggal setengah. Dia kemudian menyuruh Ara mencicipi gabungan antara kopi dengan cokelat itu. Ara pun memberanikan diri menenggak minuman itu dengan ragu. Apakah dia akan menyukai rasanya?? Baca saja!! :D
Training selesai. Ara dan Fariz berpisah. Waktu terus berjalan. Ara akhirnya merasa harus berubah. Dia datang ke kantor Fariz untuk menceritakan semua yang ada di hatinya. Ketika Fariz dan Ara mulai dekat karena Fariz memang bekerja untuk memberikan klien-nya motivasi, ada Meisha yang menjadi pengganggu. Ada juga Damar yang minta kembali setelah Ara terlihat 'NORMAL'. -_-
Tadinya mau cerita di sini sampai tamat, tapi lebih baik baca sendiri, sih, supaya feel-nya dapet. Pokoknya langsung jatuh cinta sama Fariz deh. Apalagi ketika penulis menggambarkan sosoknya sebagai laki-laki yang mau mendengarkan. ^_^
Gambaran tentang Fariz:
Hal. 168
"Kamu tunggu di sini, lima menit! Lima menit, ya!" ucapnya cepat, lalu mulai menaiki tangga eskalator, langkah kakinya buru-buru tanpa menunggu tangga otomatis itu membawa tubuhnya sampai ke lantai atas. Memang belum sampai lima menit, laki-laki itu sudah kembali dengan ransel kerja dan jaketnya yang selalu membuatnya tampil elegan.
(Dari adegan ini aku membayangkan kalau Fariz sosok yang periang dan menyenangkan :))
Masih di hal. 168
"Laki-laki itu sama sekali tidak memaksaku untuk bercerita. Ia malah sibuk dengan makanan di depannya. Ia seperti membiarkanku mengambil keputusanku sendiri."
....................................
"Laki-laki itu langsung menghadapkan sepenuh tubuh dan matanya kepadaku. Bahasa tubuhnya itu membuatku merasa sedang didengarkan dengan baik."
Kesimpulan untuk review-ku ini adalah ... novel ini termasuk salah satu novel yang aku rekomendasikan untuk dibeli dan dibaca SAMPAI TAMAT. ;-)
Hai Yessi, thanks untuk reviewnya yang gurih..
BalasHapus