“I will always miss you,
I will always remember you”
Malam itu hujan turun cukup deras. Lulu masih termenung di
kamarnya. Sudah tiga hari, ia merasa malas untuk belajar. Ia ingat, ada tugas
yang harus diselesaikannya dan dikumpulkan besok. Tapi ia sama sekali tidak
dapat berpikir. Matanya tertuju pada satu benda yang ada di rak bukunya. Ia
mengambil buku itu, melihat foto yang ada di dalamnya. Melihat satu foto dengan
mata menerawang. Ia merindukannya. Merindukan orang itu. Dadanya sesak. Dan ia
ingin menangis.
***
Tiga hari yang lalu, Lulu masih di jalan, menuju kampus. Ponselnya
bergetar. Sebuah sms dari Anggi, teman SMA-nya. Dibukanya pesan itu. Lulu
tertegun membacanya. Jantungnya berdebar kencang. Dan ia segera menghubungi
Kemal.
“Halo?” sapa Kemal dari ujung sana.
“Mal, kamu udah denger kabar tentang Sofia?” Tanya Lulu cepat.
“Udah..” Jawab Kemal dengan
singkat dan lemas.
“Jadi beritanya benar?” Tanya Lulu lagi, tidak percaya.
“Iya..”
Dan saat itu pula Lulu segera mematikan ponsel. Termenung sejenak.
Rindu Lulu padanya tiba-tiba muncul. Dadanya sesak. Matanya ingin menangis. Ia
tidak mengerti dengan apa yang dirasakan. Ia tidak dekat dengan sosok bernama
Sofia, dan ia merasakan rindu yang sangat dalam pada gadis itu. Mengapa aku
bisa merasakan ini? Mengapa sosoknya hadir dalam pikiranku? Dan bayangan
wajahnya terlihat sangat jelas..
Mendadak Lulu merasa tubuhku lemas. Masih tidak percaya dengan
kabar yang ia terima dari Anggi. Kembali ia pandangi ponsel, mencari nomor
Anggi.
“Gi, gimana ceritanya?” Tanya Lulu.
“Iya, katanya sakit.” Jawab Anggi.
“Sakit apa?”
“Komplikasi.. Paru-paru, maag, ginjal, nggak tau apa lagi..”
“Nggak percaya..” kata Lulu sambil menggelengkan kepala.
“Aku juga.”
“Kamu udah ke sana?”
“Udah.. Dia cantik banget waktu dikafani..”
Aku diam menahan napas. Hening.
“Katanya, hari ini ada praktikum.” Lanjut Anggi. “Dia lagi sakit,
tapi maksain kuliah. Padahal tahun depan dia lulus, dia kan D3..”
Lulu merasa masih tidak percaya. Lulu merasa sangat menyayanginya.
Menyayangi orang yang tidak begitu ia kenal. Lulu mengenalnya saat masih duduk
di bangku SMA, kelas satu. Ia bertemu dengan Sofia, karena satu ekskul. Di sana
pula, Lulu mengenal Anggi dan Kemal. Awal-awal, Lulu sempat merasa risih jika
bertemu dengan Sofia, karena menurutnya Sofia hanya mau berbicara pada
orang-orang yang memang sudah dia kenal sebelumnya.
Selama enam bulan Lulu mengenal Sofia di ekskul, mereka masih saja
tidak dekat. Jarang mengobrol. Mungkin hanya sesekali, dan itupun yang sangat
penting.
“Kamu tahu Sofia?” Tanya Junia, teman sebangku Lulu.
“Sofia?” Lulu mengerutkan kening. Berusaha mengingat ‘Sofia’ mana
saja yang ia tahu.
“Iya, Sofia. Masa kamu nggak tahu? Kalian satu ekskul, kan?” Tanya
Junia lagi.
“Oooh..” Lulu membulatkan bibir. “Yang itu..”
“Dia pinter, ya?”
Lulu mengangkat bahu. “Aku nggak begitu kenal sama dia. Emangnya
kenapa?”
“Kok malah nanya ‘kenapa’? Kamu nggak tahu berita tentang dia?”
Tanya Junia dengan nada tidak percaya.
Lulu menatap Junia dengan bingung. “Maksudnya?”
“Di angkatan kita, nilai tertinggi tuh nilainya Sofia..”
Sejak saat itu, Lulu sering memperhatikan Sofia dalam diam. Ia
masih tidak percaya, orang seperti Sofia ternyata pintar. Ternyata kamu diam-diam
menghanyutkan.. katanya dalam hati.
Lulu terkejut melihatnya hari itu. Di gedung yang digunakan untuk
tempat pelepasan atau perpisahan. Mata Lulu menangkap sosoknya. Sosok Sofia
yang mengenakan kebaya merah muda. Dia terlihat sangat cantik. Wajahnya tidak
dipoles terlalu mencolok, seperti teman-teman yang lainnya. Cantiknya terlihat
natural. Sangat alami. Lulu memperhatikannya dari ujung kepala sampai ujung
kaki. Mata Lulu memicing. Ia melihat higheels setinggi kurang lebih lima
sentimeter menaungi kaki Sofia.
Lulu tidak pernah menyangka. Sofia yang biasa dia lihat di sekolah
selama tiga tahun, bukan Sofia yang feminine. Gadis itu justru terlihat cuek
dan tomboy. Tidak pernah terlihat ia berpakaian feminine. Dan hari itu, Lulu
yakin semua mata yang melihatnya, pasti tidak percaya bahwa itu adalah Sofia.
***
Lulu kembali ke dunia nyata. Ia masih menatap foto Sofia dalam
album kenangan masa SMA itu. sofia sedang duduk sambil menatap ke jendela.
Bayangan Sofia terlihat di sana. Lulu merasa masih tidak percaya. Lulu merasa
sangat menyayanginya. Menyayangi orang yang tidak begitu iakenal. Setiap saat,
ingatan Lulu kembali padanya. Lulu mulai menangis.
“Kenapa, Lu?” Tanya Lili, kakaknya yang masuk ke kamar Lulu untuk
meminjam jaket.
Lulu memeluk Lili erat. Lili bingung. “Ada apa? Tenangkan diri
kamu..”
Dari mulut Lulu, mengalirlah cerita tentang Sofia. Mulai dari awal
pertemuan mereka, sampai berita yang ia terima tiga hari yang lalu dari Anggi.
Lili mendengarkan dengan raut wajah sedih.
“Sabar, Lu.. Umur itu, ada di tangan Allah..”
“Tapi kenapa aku harus merasa kayak gini? Merasa sangat kehilangan
dia, merasa sangat dekat dengan dia, merasa tidak percaya dengan semuanya.. Padahal
aku nggak begitu kenal sama dia..”
“Karena kamu begitu mengaguminya.”
“Tapi ini udah tiga hari, Li.. Dan aku nggak bisa hilangin
bayangannya. Aku selalu memikirkannya, padahal aku nggak mau.”
“Dia butuh doa kamu, Lu..”
“Doakan dia..”
Lulu mengangguk.
“Lu, aku pinjam jaket kamu, ya!” kata Lili saat adiknya sudah mulai
tenang.
Lulu manyun. Ia ingin marah pada Lili, tapi ia sedang malas.
Akhirnya ia pun membiarka jaket kesayangannya dipinjam oleh kakaknya. Setelah
Lili keluar dari kamar Lulu, Lulu mengambil diary dari rak buku yang ada di
samping lemari baju. Ia meraih pulpen bertinta biru, dan mulai menulis.
“Sofia, kamu orang yang baik. Banyak orang iri padamu. Termasuk
aku. Kamu cantik. disukai banyak laki-laki, bahkan sahabatku, Kemal, juga
menyukaimu. Kamu juga pintar. Tiga tahun selalu menjadi juara umum satu
angkatan, siapa yang tidak iri? Aku selalu melihat kamu begitu sempurna.
Mengatakan agar ikhlas itu mudah, Sof. Tapi melakukannya sulit. Jujur aku masih
tidak ingin percaya bahwa kamu telah pergi. Tapi itulah kenyataannya. Kamu
memang telah pergi, tapi tidak di hatiku ini. Kamu akan selalu hidup di sini.
Di hati ini, sebagai sosok yang kukagumi. Sofia, I will always miss you. I will
always remember you..”